Malaysia ternyata menahan enam nelayan Indonesia dan meminta “tebusan” Rp 2,5 miliar per nelayan. Keenam nelayan itu berasal dari Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, dan ditahan sejak 9 Juli lalu. Seperti dilansir Tribunnews yang dikutip ruanghati.com, keenam nelayan itu dianggap memasuki wilayah perairan Malaysia tanpa izin. Padahal, saat itu mereka mencari ikan di perairan Batuputih, sekitar 2 mil sebelum perbatasan laut Indonesia-Malaysia.
“Mereka dikenai denda 100 sampai satu juta ringgit atau sekitar 2,5 miliar. Pihak keluarga sudah menghubungi Kedutaan Besar Indonesia di Malaysia, namun belum mendapat tanggapan. Keenam nelayan itu masih meringkuk di penjara Keddah, Malaysia,” tutur sumber Tribun. Menyikapi hal tersebut anggota Komisi I DPR Ramadhan Pohan berharap Malaysia melepaskan para nelayan itu dan tidak tidak semakin memperkeruh suasana. Menurut dia, denda tersebut sangat tidak masuk akal.
“Malaysia jangan matre lah. Hal seperti itu sudah biasa karena Indonesia juga sering menangkap nelayan Malaysia dan kemudian membebaskannya. Suasana saat ini masih sangat sensitif setelah muncul kasus penangkapan tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan dan ancaman hukuman mati terhadap 177 WNI di Malaysia,” kata politisi Partai Demokrat itu. Ramadhan Pohan mengimbau Pemerintah Malaysia agar para nelayan itu dibebaskan tanpa syarat. Dia juga mendesak Pemerintah RI untuk terus mengupayakan cara-cara diplomasi.
Sementara itu Indria Samego, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), berpendapat bahwa Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa harus menaikan posisi tawar terhadap Menlu Malaysia. Marty juga harus menempuh cara lain yang jauh dari konfrontatif. “Bagaimanapun kita butuh Malaysia. Kalau TKI yang bekerja di Malaysia ditarik, mereka akan kesulitan mencari kerja,” ujarnya.
Interpelasi
Anggota Komisi I DPR Lily Chodijah Wahid menilai pemerintah telah melanggar konstitusi karena tidak bisa menegakkan kedaulatan negara menyusul ketegangan dengan Malaysia. “Presiden melanggar konstitusi karena tidak bisa mejaga kedaulatan negara. Kalau enggak sanggup, ada kesempatan kok mundur. Silakan saja mundur,” kata Lily.
Anggota Komisi I DPR Lily Chodijah Wahid menilai pemerintah telah melanggar konstitusi karena tidak bisa menegakkan kedaulatan negara menyusul ketegangan dengan Malaysia. “Presiden melanggar konstitusi karena tidak bisa mejaga kedaulatan negara. Kalau enggak sanggup, ada kesempatan kok mundur. Silakan saja mundur,” kata Lily.
Dia pun mengancam akan menggalang dukungan untuk mengajukan interpelasi. “Kami memberikan waktu beberapa hari kepada Menteri Luar Negeri untuk melakukan langkah diplomatik. Jika belum ada perbaikan, akan kita gulirkan interpelasi. Ini serius,” katanya. Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengatakan bahwa penggunaan hak interplasi merupakan hak anggota. Pihaknya tidak akan menghentikan atau menyarankan penggunaan hak tersebut.
“Sebagai pimpinan DPR kami hanya meminta segera proses interplasi itu kalau memang diusulkan. Tapi saya tidak menyarankan atau menghalangi,” ujarnya. Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Demokrat Muhammad Jafar Hafsah mempertanyakan pengusulan interpelasi. Karena, semua persoalan itu sudah diserahkan ke Menteri Luar Negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar