BANDA ACEH - Bencana tsunami yang terjadi sekitar enam tahun lalu masih menyisakan berbagai misteri dan cerita pilu yang sulit dilupakan. Bahkan, beberapa hari lalu, wujud bocah perempuan yang diperkirakan berusia 10 tahun terekam kamera seorang pengunjung Gedung Museum Tsunami di kawasan Blangpadang, Banda Aceh. Meski sulit dikaitkan dengan logika, namun penampakan itu benar adanya.
Wujud yang seharusnya tak ada dalam objek foto tersebut terekam dengan kamera digital Canon Powershoot A430 milik Marwan Bentara (48), warga Blower, Banda Aceh. Sosok bocah yang terekam itu penuh noda lumpur di bagian wajah dan kepala. Dia terlihat berjalan di antara maket (denah) Gedung Museum Tsunami dengan tembok (dinding) gedung. “Secara logika tak mungkin ada orang yang bisa berjalan di situ, karena maketnya langsung rapat ke tembok. Tetapi nyatanya yang terekam kamera justru sang bocah berada di antara maket dan tembok gedung,” kata istri Marwan, Elisa Putri (47).
Munculnya peristiwa yang sama sekali tidak disangka itu, menurut Elisa Putri berawal ketika dirinya bersama suami dan kedua anak mereka berkunjung ke Museum Tsunami Aceh, Sabtu malam 22 Mei 2010 atau sekembali dari konser Slank di Blangpadang. Saat berada di lantai dua gedung tersebut, suaminya sibuk mengabadikan momen-momen yang ada di sekitar ruangan, termasuk maket Gedung Tsunami.
“Saat memoto maket Museum Tsunami, saya sarankan kepada suami saya agar difoto ulang objek tersebut karena takut hasil foto tidak bagus, sebab lampu kamera mengenai kaca maket yang menyandar ke tembok. Akhirnya suami saya melakukan pengambilan foto ulang,” kata Elisa ketika menceritakan kejadian itu kepada Prohaba, Sabtu (12/6).
Setelah puas berkeliling dan mengabadikan berbagai objek di dalam maupun di luar gedung, Elisa dan keluarganya pulang ke rumah. Sesampai di rumah, suaminya tidak langsung memindahkan foto-foto yang ada dalam kamera ke laptop karena malam itu listrik padam. Pemindahan baru dilakukan tiga hari kemudian, yaitu Selasa 25 Mei 2010.
Betapa terkejutnya Marwan Bentara ketika melihat di salah satu foto ada objek aneh yang terekam, yaitu penampakan bocah perempuan yang melintas di antara maket Gedung Museum Tsunami dengan dinding. “Dalam keadaan kaget, suami saya memanggil kami untuk memperlihatkan hasil foto tersebut. Terus terang kami semua ikut-ikutan kaget bahkan merinding. Kami sempat memperlihatkan foto itu kepada tetangga, siapa tahu ada yang mengenal sosok bocah penampakan itu, tetapi sejauh ini tak ada tetangga yang mengenalnya,” kata Elisa.
Berdasarkan analisa yang dilakukan tim fotografer Newsroom Serambi Indonesia disimpulkan foto itu asli atau tidak melalui teknik rekayasa. Dari dua foto dengan objek serupa, tercatat selisih waktu pengambilan 23 detik. Jepretan pertama pukul 19:17:14 sedangkan yang kedua pukul 19:17:37. “Foto ini masih asli belum melalui proses editing dengan software apapun,” kata Redaktur Foto Serambi Indonesia/Prohaba, Muhammad Anshar yang melakukan penelitian terhadap foto penampakan tersebut.
Anshar menjelaskan secara teknis, setiap foto memiliki metadata IPTC (International Press Telecommunications Council) dan EXIF (Exchangable Image File Format). “Dengan data-data digital inilah memungkinkan bisa diketahui waktu pengambilan foto, sudah melalui proses editing atau masih asli,” kata Anshar.
Meski demikian Anshar tidak menafikan, kemajuan teknologi bisa saja mengubah data yang ada di kamera disesuaikan dengan motivasi seseorang. “Tetapi jika mengacu kepada keluarga yang merekam objek tersebut, saya yakin tak ada motivasi apapun bagi mereka untuk menampilkan hal-hal yang di luar logika,” ujar Anshar dibenarkan Manajer IT Harian Serambi Indonesia, Hari Teguh Patria.
Hanya disimpan
Pada awalnya, keluarga Elisa Putri tak ingin menyebarkan secara luas foto penampakan itu kepada masyarakat karena khawatir memunculkan penafsiran macam-macam yang berbau mistis. “Sekian lama hanya kami simpan sebagai dokumen pribadi,” ujar Elisa.
Pada akhirnya Elisa dan suaminya berpikir untuk menyebarkan foto itu melalui media massa karena siapa tahu masih ada orang tua atau keluarga si anak yang masih hidup dan bisa mengenali sosok penampakan tersebut. “Bisa jadi pula, siapa tahu keluarganya ingin sekali melihat si anak. Inilah yang kemudian mendasari niat kami menyebarkan foto ini ke media,” ujar Elisa menyiratkan kesedihan.
Elisa berulang-ulang meminta maaf kepada semua pihak jika dirinya harus menyebarkan foto tersebut. “Tidak ada sedikit pun niat kami untuk membangkitkan duka akibat bencana apalagi untuk tujuan mistik. Kita semua berharap semoga ada yang mengenal sosok tersebut dan mengirimkan doa untuknya dan diberikan ketabahan bagi yang ditinggalkan. Siapa tahu pula, si bocah memang ingin memperlihatkan
wujudnya kepada orang-orang yang ditinggalkan,” demikian Elisa Putri.
Wujud yang seharusnya tak ada dalam objek foto tersebut terekam dengan kamera digital Canon Powershoot A430 milik Marwan Bentara (48), warga Blower, Banda Aceh. Sosok bocah yang terekam itu penuh noda lumpur di bagian wajah dan kepala. Dia terlihat berjalan di antara maket (denah) Gedung Museum Tsunami dengan tembok (dinding) gedung. “Secara logika tak mungkin ada orang yang bisa berjalan di situ, karena maketnya langsung rapat ke tembok. Tetapi nyatanya yang terekam kamera justru sang bocah berada di antara maket dan tembok gedung,” kata istri Marwan, Elisa Putri (47).
Munculnya peristiwa yang sama sekali tidak disangka itu, menurut Elisa Putri berawal ketika dirinya bersama suami dan kedua anak mereka berkunjung ke Museum Tsunami Aceh, Sabtu malam 22 Mei 2010 atau sekembali dari konser Slank di Blangpadang. Saat berada di lantai dua gedung tersebut, suaminya sibuk mengabadikan momen-momen yang ada di sekitar ruangan, termasuk maket Gedung Tsunami.
“Saat memoto maket Museum Tsunami, saya sarankan kepada suami saya agar difoto ulang objek tersebut karena takut hasil foto tidak bagus, sebab lampu kamera mengenai kaca maket yang menyandar ke tembok. Akhirnya suami saya melakukan pengambilan foto ulang,” kata Elisa ketika menceritakan kejadian itu kepada Prohaba, Sabtu (12/6).
Setelah puas berkeliling dan mengabadikan berbagai objek di dalam maupun di luar gedung, Elisa dan keluarganya pulang ke rumah. Sesampai di rumah, suaminya tidak langsung memindahkan foto-foto yang ada dalam kamera ke laptop karena malam itu listrik padam. Pemindahan baru dilakukan tiga hari kemudian, yaitu Selasa 25 Mei 2010.
Betapa terkejutnya Marwan Bentara ketika melihat di salah satu foto ada objek aneh yang terekam, yaitu penampakan bocah perempuan yang melintas di antara maket Gedung Museum Tsunami dengan dinding. “Dalam keadaan kaget, suami saya memanggil kami untuk memperlihatkan hasil foto tersebut. Terus terang kami semua ikut-ikutan kaget bahkan merinding. Kami sempat memperlihatkan foto itu kepada tetangga, siapa tahu ada yang mengenal sosok bocah penampakan itu, tetapi sejauh ini tak ada tetangga yang mengenalnya,” kata Elisa.
Berdasarkan analisa yang dilakukan tim fotografer Newsroom Serambi Indonesia disimpulkan foto itu asli atau tidak melalui teknik rekayasa. Dari dua foto dengan objek serupa, tercatat selisih waktu pengambilan 23 detik. Jepretan pertama pukul 19:17:14 sedangkan yang kedua pukul 19:17:37. “Foto ini masih asli belum melalui proses editing dengan software apapun,” kata Redaktur Foto Serambi Indonesia/Prohaba, Muhammad Anshar yang melakukan penelitian terhadap foto penampakan tersebut.
Anshar menjelaskan secara teknis, setiap foto memiliki metadata IPTC (International Press Telecommunications Council) dan EXIF (Exchangable Image File Format). “Dengan data-data digital inilah memungkinkan bisa diketahui waktu pengambilan foto, sudah melalui proses editing atau masih asli,” kata Anshar.
Meski demikian Anshar tidak menafikan, kemajuan teknologi bisa saja mengubah data yang ada di kamera disesuaikan dengan motivasi seseorang. “Tetapi jika mengacu kepada keluarga yang merekam objek tersebut, saya yakin tak ada motivasi apapun bagi mereka untuk menampilkan hal-hal yang di luar logika,” ujar Anshar dibenarkan Manajer IT Harian Serambi Indonesia, Hari Teguh Patria.
Hanya disimpan
Pada awalnya, keluarga Elisa Putri tak ingin menyebarkan secara luas foto penampakan itu kepada masyarakat karena khawatir memunculkan penafsiran macam-macam yang berbau mistis. “Sekian lama hanya kami simpan sebagai dokumen pribadi,” ujar Elisa.
Pada akhirnya Elisa dan suaminya berpikir untuk menyebarkan foto itu melalui media massa karena siapa tahu masih ada orang tua atau keluarga si anak yang masih hidup dan bisa mengenali sosok penampakan tersebut. “Bisa jadi pula, siapa tahu keluarganya ingin sekali melihat si anak. Inilah yang kemudian mendasari niat kami menyebarkan foto ini ke media,” ujar Elisa menyiratkan kesedihan.
Elisa berulang-ulang meminta maaf kepada semua pihak jika dirinya harus menyebarkan foto tersebut. “Tidak ada sedikit pun niat kami untuk membangkitkan duka akibat bencana apalagi untuk tujuan mistik. Kita semua berharap semoga ada yang mengenal sosok tersebut dan mengirimkan doa untuknya dan diberikan ketabahan bagi yang ditinggalkan. Siapa tahu pula, si bocah memang ingin memperlihatkan
wujudnya kepada orang-orang yang ditinggalkan,” demikian Elisa Putri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar