Senin, 21 Juni 2010

FAKTA TENTANG JABULANI










Jabulani : Itulah nama bola resmi Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan (Afsel). Dijadwalkan rilis saat drawing di Cape Town, Afsel, Jumat (4/12), Jabulani sudah bocor ke publik, Selasa (1/12). Corak berwarna dipertahankan Adidas untuk bola Piala Dunia 2010. Sejak Piala Dunia 1998 di Prancis, Adidas memang mendesain bola dengan warna lebih ngejreng.

Artinya, perusahaan apparel asal Jerman itu tak hanya mengandalkan hitam dan biru sebagai perpaduan putih sebagai warna dasar bola.

Bagi orang yang memerhatikan sekilas, Jabulani mungkin hanya memiliki warna putih dengan perpaduan hitam dan kuning. Tapi, jika diperhatikan lebih detail, Jabulani memiliki sebelas warna, mulai merah, hijau muda, dsb.

Mengapa sebelas warna? Itu tak lain melambangkan sebelas bahasa dan sebelas komunitas di Afsel. Sebelas warna dalam Jabulani sekaligus mengacu jumlah pemain dalam satu tim sepak bola. Sebagai official match balls Piala Dunia sejak 1970, Adidas selalu mendesain bola sesuai dengan citra tuan rumah. Jabulani pun merefleksikan citra Afsel.

‘’Seperti Zakumi (nama maskot Piala Dunia 2010, Red), bola di Piala Dunia 2010 tetap harus menghadirkan nuansa Afrika Selatan,’’ kata Sepp Blatter, presiden FIFA, sebagaimana dilansir di situs resmi organisasi.

Nama Jabulani pun diambil dari bahasa Zulu, salah satu bahasa yang digunakan sekitar 25 persen warga di Afsel. Arti Jabulani adalah perayaan. Jadi, bola itu diharapkan membuat Piala Dunia edisi ke-19 nanti lebih meriah daripada sebelumnya. Apalagi, ini kali pertama pesta sepak bola terbesar sejagat dilangsungkan di Benua Afrika.

Dari bocoran di situs resmi Adidas, ada beberapa fakta menarik tentang Jabulani. Di antaranya, Jabulani dibuat dengan teknologi grip ‘n groove. Yakni, membuat bola lebih stabil di udara, akurat, dan mudah dikontrol di berbagai kondisi lapangan.

‘’Kuncinya ada pada delapan panel spesial tiga dimensi (3-D). Bandingkan dengan +Teamgeist (bola resmi Piala Dunia 2006, Red) yang memiliki 14 panel. Jabulani diklaim sebagai bola paling bulat yang pernah dibuat di muka bumi ini,’’ demikian rilis di Soccerballworld.

Respons positif ditunjukkan para pemain terhadap Jabulani. Michael Ballack, kapten timnas Jerman sekaligus ikon Adidas, misalnya. ‘’Tepat sasaran. Itulah kesan pertama saya ketika menendangnya. Bola mengarah sesuai dengan keinginan saya,’’ tutur Ballack.
 
PANDANGAN DARI PARA KIPER TENTANG JABULANI  
 
Dari satu Piala Dunia ke Piala Dunia lain, yang dipersoalkan pemain—terutama penjaga g awa n g —selalu berkisar soal bola yang akan digunakan sepanjang turnamen. Kali ini, bola produksi Adidas yang diberi nama Jabulani (bahasa isiZulu yang berarti ”meraya kan”) dikritik habis antara lain oleh kiper Inggris, David James, dan kiper Italia, Gianluigi Buffon.

"Bola ini mengerikan,” kata James. ”Jelas, sangat tak bisa diprediksi ke mana bola melayang.” Sementara kiper Spanyol, Iker Casillas, menganggap bola sulit dikontrol. Buffon tak mau kalah. Ia bilang, ”Saya sudah cirikan sejak hari pertama, bola ini tidak benar.”

Bisa dimaklumi jika mereka bersikap seperti itu. Sebelum gawang kebobolan, lebih baik mereka bersiap untuk menyangkal bahwa penyebabnya adalah ketidakmampuan mereka, bukan akibat bola.

Gelandang Inggris, Frank Lampard, tahu betul reaksi para pemain bola terhadap benda baru. Karena itu, ia memberikan pandangan yang berbeda. ”Kalau pemain banyak mengeluh soal ukuran atau berat (bola), saya kira mungkin masalahnya adalah pada pemain bola itu sendiri,” ujar Lampard.

Hans-Peter Nuernberg, insinyur senior untuk pengembangan sepak bola pada perusahaan Adidas, tertawa ketika ditanya apakah benar keluhan para penjaga gawang itu. ”Mereka selalu mencari kesalahan pada bola,” ujar Nuernberg ketika ditemui wartawan Kompas, Fitrisia Martisasi, di Sandton Convention Center, Johannesburg, Afrika Selatan, Sabtu (12/6).

Ia juga menyangkal pandangan bahwa Jabulani lebih ringan dari bola yang biasa dipakai berlaga. ”Mana mungkin kami keluar dari standar FIFA. Berat, ukuran kebulatan, pantulan, dan lain-lain harus kami patuhi,” ujarnya.

Lingkar bola standar FIFA adalah 68,5 cm-69,5 cm, sedangkan Jabulani berukuran 69 cm dengan marjin kekeliruan +/- 0,2 cm. Sementara itu, berat bola yang diizinkan FIFA adalah 420-445 gram. Adidas lantas membuat Jabulani dengan berat 440 gram dengan marjin kesalahan (+/- 2 gram).

Begitu juga dengan masalah penyerapan air. FIFA menetapkan, bola yang menyerap air tidak boleh bertambah lebih dari 10 persen bobot bola. Angka ini oleh Adidas dibuat 0 persen. Standar lain pun—seperti kebulatan, retensi bentuk dan ukuran, pantulan bola, serta derajat kehilangan tekanan—dipenuhi sesuai standar FIFA, bahkan lebih.

Bahwa bola terasa ringan, kata Nuernberg, itu adalah persepsi seseorang, bukan fakta yang nyata. ”Ya itu benar,” ujar Dr Andy Harland, peneliti senior teknologi olahraga di University of Lougborough, Leicestershire, Inggris, yang melakukan riset untuk Jabulani pada aspek aerodinamikanya.

Namun, ia sekaligus mengakui bahwa pada ketinggian lokasi bermain yang berbeda, bola akan melayang secara berbeda pula. ”Semua bergantung pada densitas udara. Jadi, semakin tinggi lokasi pertandingan dari atas laut, bola akan melayang lebih jauh dan lebih cepat. Kiper, misalnya, harus memperhitungkan saat itu ia bermain pada ketinggian berapa,” kata Harland.

”Jadi, kiper harus bergerak lebih cepat jika main di dataran tinggi karena bola juga akan bergerak lebih cepat.” Artinya, kecepatan bola di Johannesburg, yang ketinggiannya 1.700 meter di atas permukaan laut, tentu berbeda dengan di Cape Town yang sejajar laut.

Lantas seberapa besar perbedaan antara penggunaan bola di dataran tinggi dan di dataran rendah? ”Perbedaannya bisa 5 persen dalam kecepatan,” tambah Harland. ”Lima persen tampaknya kecil, tetapi bagi pesepak bola internasional, sekecil apa pun perbedaannya, ia pasti bisa merasakan.”
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar